Motivasi Peziarah Gunung
Kawi Berdo’a Di Makam Eyang Jugo dan Makam RM Iman Soedjono
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Nama “Gunung Kawi” sangat identik dengan hal-hal yang mistik dan magis.
Banyak orang yang menganggap orang-orang yang datang ke gunung kawi beraitan
dengan hal-hal mistik terutama untuk pesugihan. Padahal tidak semua orang
demikian, karena terlihat banyak sekali wisatawan yang datang hanya untuk
menikmati keindahan dan kesejukan alam Gunung Kawi saja. Namun ada juga orang
yang datang kegunung kawi tidak hanya untuk bermain-main saja. Melainkan mereka
datang dengan tujuan yang berbeda-beda. Namun pada intinya setiap orang datang
ke gunung kawi semata- mata untuk berdo’a demi kelancaran dan kesuksesan untuk
masa depan yang lebih baik.
Seseorang hidup didunia ini sudah memiliki kewajiban untuk berdo’a. Dalam
hal ini berdo’a bertujuan untuk mendapatkan sesuatu hal yang diinginkan. Pada
dasarnya berdo’a hanyalah ditujukan kepada Tuhan. Untuk berdo’a seseorang dapat
melakukan dimana saja dan kapan saja menurut keyakinan masing-masing. Namun
saat ini banyak sekali yang berdoa ditujukan untuk para leluhur yang sudah
meninggal. Kasus ini dapat dilihat pada kejadian banyak orang yang mulai
memuja-muja para makam yang ada di gunung kawi.
Gunung kawi merupakan suatu tempat yang unik sekali untuk dikunjungi.
Karena tempatnya yang berada digunung berapi, Jawa Timur, Indonesia yang dekat
dengan Gunung Butak. Untuk letaknya, Gunung Kawi ini terletak di sebelah barat
kota Malang. Objek wisata Gunung Kawi ini lebih tepat dijuluki sebagai kota di
pegunungan. Mengapa demikian, karena jika berwisata ke tempat ini tidak akan
menemukan suasana yang sepi. Melainkan suguhan sebuah pemandangan yang indah dan
suasana yang sangat ramai dengan adanya bangunan-bangunan dengan arsitektur
khas yang dapat menunjukkan bahwa tempat itu tampak seperti tempat untuk
bersembahyang atau melakukan ritual-ritual.
Ada banyak hal unik yang terdapat di daerah pegunungan gunung kawi
tersebut, selain bangunannya yang unik ada juga hal unik lainnya yaitu adanya
makam Eyang Djugo dan makam Eyang RM Iman Soedjono. Kedua makan tersebut adalah
makam yang istimewa. Makam dua orang yang dianggap mempunyai kelebihan,
terbukti dari banyaknya pengunjung dan peziarah yang datang untuk berziarah
disana. Terlebih pada hari-hari tertentu seperti seperti malam senin pahing dan
malam jum’at legi banyak sekali peziarah yang datang berduyun-duyun untuk
mengunjungi tempat wisata Gunung Kawi tersebut. Tidak hanya dari wilayah malang
atau jawa timur saja, tetapi juga dari berbagai daerah di nusantara bahkan juga
sampai mancanegara dari latar belakang ekonomi dan budaya yang berabeda dan
juga berbagai etnis melebur menjadi satu ditempat ini. Kegiatan ini merupakan hal unik yang menarik perhatian penulis untuk
melihat motivasi para
pengunjung pesarean Gunung Kawi ini.
1.2
Rumusan Masalah
Dari dasar uraian yang terdapat pada
Latar Belakang, maka permasalahan yang hendak ditelusuri adalah:
1.
Apa yang mendasari para peziarah sering melakukan ritual
berdoa di makam Eyang Djugo dan makam
Eyang RM Iman Soedjono?
2.
Apa motivasi peziarah selalu melakukan ritual berdoa di
makam Eyang Djugo dan makam Eyang RM Iman Soedjono?
3.
Apa hasil yang didapatkan setelah melakukan ritual berdoa
di makam Eyang Djugo dan makam Eyang RM Iman Soedjono?
1.3
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan
dari penelitian ini, yaitu:
1.
Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar peziarah sering
melakukan ritual berdoa di makam Eyang
Djugo dan makam Eyang RM Iman Soedjono.
2.
Untuk mengetahui motivasi para peziarah melakukan ritual
berdoa di makam Eyang Djugo dan makam
Eyang RM Iman Soedjono.
3.
Untuk mengetahui
hasil apa yang didapat setelah melakukan ritual berdoa di makam Eyang Djugo dan
makam Eyang RM Iman Soedjono.
1.4
Manfaat
Penelitian
Dalam Penelitian ini diharapkan
memiliki manfaat-manfaat yang dapat memberikan masukan atau pengetahuan yang lebih
mengenai pesarean di Gunung Kawi yang sudah menjadi tempat wisata yang sangat
terkenal. Selain itu juga dapat memberikan pengetahuan mengenai teori-teori
motivasi yang akan dipergunakan sebagai landasan untuk menulis mengenai semua
yang berhubungan dengan Gunung Kawi. Serta untuk melengkapi tugas-tugas
mengenai studi tentang pesarean Gunung Kawi ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.1
Teori Motivasi
Motivasi
merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau
mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau
keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata
lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang
yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh
kesuksesan dalam kehidupan.
Motivasi
dapat berupa motivasi intrinsik
dan ekstrinsik.
Motivasi yang bersifat intinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri
yang membuat seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan
melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status
ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan hobbynya. Sedangkan
motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen-elemen
diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang
membuat seorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi.
Dalam teori motivasi yang dikembangkan
oleh Abraham H. Maslow, yang merupakan teori kebutuhan. Dimana pada intinya
Abraham H. Maslow mempunyai pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingakatan
atau hierarki kebutuhan yaitu, (1) kebutuhan fisiologis (physiological needs),
seperti rasa lapar, haus, istirahat dan sex, (2) kebutuhan rasa aman (safety
needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal
dan intelektual, (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs), (4) Kebutuhan
akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai
simbol-simbol status, dan (5) Aktualisasi diri (self actualization), dalam arti
tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya segingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Dalam hal ini, maka yang akan
dianalisis dengan teori motivasi tersebut adalah dengan menganalisa Hierarki
Kebutuhannya. Karena pada dasarnya setiap orang memiliki sifat dan intensitas
kebutuhan yang berbeda antara orang satu dengan orang yang lainnya, karena
manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu
tidak lepas dari materi. Kebutuhan manusia juga besifat psikologikal, mental,
intelektual dan juga spiritual.
Didalam teori Maslow, dengan makin banyaknya
organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya
pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik”
Maslow ini semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”.
Penyempurnaan atau koreksi tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki
kebutuhan” yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan
sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa
menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua,
ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan
kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan
tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu
sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan
pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari
kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam
penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga
memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai
kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan
kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman,
merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia
digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini,
perlu ditekankan bahwa :
- Kebutuhan yang suatu saat
sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
- Pemuasaan berbagai kebutuhan
tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan
kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
- Berbagai kebutuhan tersebut
tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam
mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan
itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat
teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan
teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih
bersifat aplikatif.
2.2 Peziarah
Ziarah berarti berkunjung, baik
berkunjung kepada orang yang masih hidup atau berkunjung ke tempat-tempat
perkuburan. Sedangkan peziarah berarti orang yang melakukan kegiatan ziarah (berkunjung).
2.3
Berdo’a
Doa
adalah memohon atau meminta suatu yang bersifat baik kepada Allah SWT seperti
meminta keselamatan hidup, rizki yang halal dan keteguhan iman. Sebaiknya kita
berdoa kepada Allah SWT setiap saat karena akan selalu didengar olehNya.
2.4 Motivasi
Peziarah Gunung Kawi Berdo’a Di Makam Eyang Jugo dan Makam RM Iman Soedjono
Motivasi untuk
merencanakan
suatu keinginan untuk menuju
kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Yaitu dengan
melakukan ziarah ke tempat-tempat yang cukup mempunyai sejarah yang mistis
untuk mengabulkan doa-doa yang kita inginkan.
2.5 Sejarah Gunung Kawi
Kronologi
sejarah wisata ritual Gunung Kawi dimulai pada tahun 1830, setelah Pangeran
Diponegoro menyerah pada Belanda. Banyak pengikutnya dan pendukungnya yang
melarikan diri ke arah bagian timur pulau Jawa yaitu Jawa Timur. Di antaranya
selaku penasehat spiritual Pangeran Diponegoro yang bernama Eyang Djoego atau
Kyai Zakaria. Beliau pergi ke berbagai daerah di antaranya Pati, Begelen,
Tuban, lalu pergi ke arah Timur Selatan (Tenggara) ke daerah Malang yaitu
Kepanjen.
Pengembaranya
mencapai daerah Kesamben Blitar, tepatnya di dusun Djoego, Desa Sanan,
Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Diperkirakan beliau sampai di Dusun
Djoego sekitar ± tahun 1840, beliau di dusun Djoego ditemani sesepuh Desa Sanan
bernama Ki Tasiman. Setelah beliau berdiam di dusun Djoego Desa Sanan beberapa
tahun antara dekade tahun 1840-1850 maka datanglah murid-muridnya yang juga
putra angkat beliau yang bernama R.M. Jonet atau yang lebih dikenal dengan R.M.
Iman Soedjono, beliau ini adalah salah satu dari para senopati Pangeran
Diponegoro yang ikut melarikan diri ke daerah timur pulau jawa yaitu Jawa
Timur, dalam pengembaraanya beliau telah menemukan seorang guru dan juga
sebagai ayah angkat di daerah Kesamben, Kabupaten Blitar tepatnya didusun
Djoego Desa Sanan, yaitu Panembahan Eyang Djoego atau Kyai Zakaria, kemudian
R.M. Iman Soedjono berdiam di dusun Djoego untuk membantu Eyang Djoego dalam
mengelola Padepokan Djoego.
Pada waktu itu
Padepokan Djoego telah berkembang, banyak pengunjung menjadi murid Kanjeng
Eyang Djoego. Beberapa tahun kemudian ± tahun 1850-1860, datanglah murid R.M.
Iman Soedjono yang bernama Ki Moeridun dari Warungasem Pekalongan. Demikianlah
setelah R.M.Iman Soedjono dan Ki Moeridun berdiam di Padepokan Djoego, beberapa
waktu kemudian diperintahkan pergi ke Gunung Kawi di lereng sebelah selatan,
untuk membuka hutan lereng selatan Gunung Kawi. Kanjeng Eyang Djoego berpesan
bahwa di tempat pembukaan hutan itulah beliau ingin dikramatkan (dimakamkan),
beliau juga berpesan bahwa di desa itulah kelak akan menjadi desa yang ramai
dan menjadi tempat pengungsian (imigran).
Dengan demikian
maka berangkatlah R.M. Iman Soedjono bersama Ki Moeridun disertai beberapa
murid Eyang Djoego berjumlah ± 40 orang, di antaranya : Mbah Suro Wates, Mbah
Kaji Dulsalam (Birowo), Mbah Saiupan (Nyawangan), Mbah Kaji Kasan Anwar (Mendit-Malang),
Mbah Suryo Ngalam Tambak Segoro, Mbah Tugu Drono, Ki Kromorejo, Ki Kromosari,
Ki Haji Mustofa, Ki Haji Mustoha, Mbah Dawud, Mbah Belo, Mbah Wonosari, Den
Suryo, Mbah Tasiman, Mbah Tundonegoro, Mbah Bantinegoro, Mbah Sainem, Mbah
Sipat / Tjan Thian (kebangsaan Cina), Mbah Cakar Buwono, Mbah Kijan / Tan Giok
Tjwa (asal Ciang Ciu Hay Teng- RRC). Maka berangkatlah R.M. Iman Soedjono
dengan Ki Moeridun dan dibekali dua buah pusaka “Kudi Caluk dan Kudi Pecok”
dengan membawa bekal secukupnya beserta tokoh-tokoh yang telah disebutkan
namanya ditambah 20 orang sebagai penderek (pengikut), dan sebagai orang yang
dipercaya untuk memimpin rombongan dan pembukaan hutan dipercayakan pada Mbah
Wonosari.
Setelah segala
kebutuhan pembekalan lengkap maka, berangkatlah rombongan itu untuk babat hutan
lereng sebelah selatan Gunung Kawi dengan pimpinan Mbah Wonosari. Setelah
sampai dilereng selatan Gunung Kawi, rombongan beristirahat kemudian
melanjutkan babat hutan dan bertemu dengan batu yang banyak dikerumuni semut
sampai pertumpang-tumpang kemudian tempat itu dinamakan Tumpang Rejo. Setelah
itu perjalanan diteruskan ke arah utara. Di sebuah jalan menanjak (jurang)
dekat dengan pohon Lo (sebangsa pohon Gondang), mereka berhenti dan membuat
Pawon (perapian). Lama-kelamaan menjadi sebuah dusun yang dinamakan Lopawon.
Kemudian mereka melanjutkan babat hutan menuju arah utara sampai ke sebuah
hutan dan bertemu sebuah Gendok (barang pecah belah untuk merebus jamu) yang
terbuat dari tembaga, sehingga lama-kelamaan dinamakan dusun Gendogo. Setelah
itu melenjutkan perjalanan ke arah barat dan beristirahat dengan memakan bekal
bersama-sama kemudian melihat pohon Bulu (sebangsa pohon apak/beringin) tumbuh
berjajar dengan pohon nangka. Kemudian hutan itu disebut dengan Buluangko dan
sekarang disebut dengan hutan Blongko. Selesai makan bekal perjalanan
dilanjutkan kearah barat sampai disebuah Gumuk (bukit kecil) yang puncaknya
datar lalu dibabat untuk tempat darung (tempat untuk beristirahat dan menginap
selama melakukan pekerjaan babat hutan, tempat istirahat sementara), kemudian
tempat itu ditanami dua buah pohon kelapa. Anehnya pohon kelapa yang satu
tumbuh bercabang dua dan yang satunya tumbuh doyong/tidak tegak ke atas,
sehingga tempat itu dinamakan Klopopang (pohon kelapa yang bercabang dua).
Kemudian, setelah mendapatkan tempat istirahat (darung) pembabatan hutan
diteruskan ke arah selatan sampai di daerah tugu (sekarang merupakan tempat
untuk menyadran yang dikenal dengan nama Mbah Tugu Drono) dan diteruskan ke timur
sampai berbatasan dengan hutan Bulongko, kemudian naik ke utara sampai sungai
yang sekarang ini dinamakan Kali Gedong, lalu ke barat sampai dekat dengan
sumbersari.
Selesai
semuanya kemudian membuat rumah untuk menetap juga sebagai padepokan, di rumah
itulah R.M. Iman Soedjono dengan Ki Moeridun beserta seluruh anggota rombongan
berunding untuk memberi nama tanah babatan itu. Karena yang memimpin pembabatan
hutan itu bernama Ki Wonosari, kemudian disepakati nama daerah babatan itu
bernama dusun Wonosari. Karena pembabatan hutan dilereng selatan Gunung Kawi
dianggap selesai, maka diutuslah salah satu pendereknya (pengikut) untuk pulang
ke dusun Djoego, Desa Sanan Kesamben, untuk melapor kepada Eyang Djoego bahwa
pembabatan hutan dilereng selatan Gunung Kawi telah selesai dilakukan. Setelah
mendengar laporan dari utusan R.M. Iman Soedjono tersebut maka berangkatlah
Kanjeng Eyang Djoego ke dusun Wonosari di lereng selatan Gunung Kawi yang baru
selesai.
Untuk
memberikan petunjuk-petunjuk dan mengatur siapa saja yang harus menetap di
dusun Wonosari dan siapa saja yang harus pulang ke Dusun Djoego dan juga beliau
berpesan bahwa bila beliau wafat agar dimakamkan (kramatkan) di sebuah bukit
kecil (Gumuk) yang diberi nama Gumuk Gajah Mungkur. Dengan adanya petunjuk itu
lalu dibuatlah sebuah taman sari yang letaknya berada ditengah antara padepokan
dan Gumuk Gajah Mungkur yang dulu terkenal dengan nama tamanan (sekarang tempat
berdirinya masjid Agung Iman Soedjono). Tokoh-tokoh yang menetap di dusun
Wonosari diantaranya ialah : Kanjeng Eyang R.M. Iman Soedjono, Ki Moeridun,
Mbah Bantu Negoro, Mbah Tuhu Drono, Mbah Kromo Rejo, Mbah Kromo Sasi, Mbah
Sainem, Kyai Haji Mustofa, Kyai Haji Muntoha, Mbah Belo, Mbah Sifat /
TjanThian, Mbah Suryo Ngalam Tambak Segoro, Mbah Kijan / Tan Giok Tjwa.
Demikian di
antaranya yang tinggal di Dusun Wonosari yang baru jadi, yang lain ikut Kanjeng
Eyang Djoego ke Dusun Djoego, Desa Sanan, Kesamben, Blitar. Dengan demikian
Kanjeng Eyang Djoego sering melakukan perjalanan bolak-balik dari dusun Djoego–Sanan–Kesamben
ke Dusun Wonosari Gunung Kawi, untuk memberikan murid-muridnya wejangan dan
petunjuknya yang berada di Wonosari Gunung Kawi.
Pada hari Senin
Pahing tanggal Satu Selo Tahun 1817 M, Kanjeng Eyang Djoego wafat. Jenasahnya
dibawa dari Dusun Djoego Kesamben ke dusun Wonosari Gunung Kawi, untuk
dimakamkan sesuai permintaan beliau yaitu di gumuk (bukit) Gajah Mungkur di
selatan Gunung Kawi, kemudian tiba di Gunung Kawi pada hari Rabu Wage malam,
dan dikeramat (dimakamkan) pada hari Kamis Kliwon pagi.
Dengan wafatnya
Kanjeng Eyang Djoego pada hari Senin Pahing, maka pada setiap hari Senin Pahing
diadakan sesaji dan selamatan oleh Kanjeng Eyang R.M. Iman Soedjono. Apabila,
hari Senin Pahing tepat pada bulan Selo (bulan Jawa ke sebelas), maka selamatan
diikuti oleh seluruh penduduk Desa Wonosari yang dilakukan pada pagi harinya.
Kegiatan ini sampai sekarang terkenal dengan nama Barikan.
Sejak
meninggalnya Kanjeng Eyang Djoego, Dusun Wonosari menjadi banyak pengunjung,
dan banyak pula para pendatang yang menetap di Dusun Wonosari. Dikala itulah
datang serombongan pendatang untuk ikut babat hutan (membuka lahan di hutan).
Oleh Eyang R.M. Iman Soedjono diarahkan ke barat Dusun Wonosari rombongan
pendatang itu berasal dari babatan Kapurono yang dipimpin oleh : Mbah Kasan
Sengut (daerah asal Bhangelan),Mbah Kasan Mubarot (tetap menetap di babatan
Kapurono), Mbah Kasan Murdot (ikut Mbah Kasan Sengut),Mbah Kasan Munadi (ikut
Mbah Kasan Sengut).
Rombongan itu
juga diikuti temannya bernama Mbah Modin Boani yang berasal dari Bangkalan
Madura, bersama temannya Mbah Dul Amat juga berasal dari Madura, juga diikuti
Mbah Ngatijan dari Singosari beserta teman-temannya.
Dengan demikian
Dusun Wonosari bertambah luas dan penduduknya bertambah banyak pula. Dengan
bertambah luasnya dusun dan bertambah banyaknya jumlah penduduk, maka diadakan
musyawarah untuk mengangkat seorang pamong yang bisa menjadi panutan masyarakat
dalam mengelola dusunnya yang masih baru itu. Maka ditunjuklah salah seorang
abdi Mbah Eyang R.M.Iman Soedjono yang bernama Mbah Warsiman sebagai bayan.
Dengan demikian Mbah Warsiman merupakan pamong pertama dari Dusun Wonosari.
Pada masa Mbah
Eyang R.M. Iman Soedjono antara tahun 1871-1876, datang seorang wanita
berkebangsaan Belanda bernama Ny. Scuhuller (seorang putri Residen Kediri)
datang ke Wonosari Gunung Kawi untuk berobat kepada Eyang R.M Iman Soedjono.
Setelah sembuh Ny. Schuller tidak pulang ke Kediri melainkan menetap di
Wonosari dan mengabdi pada Eyang R.M. Iman Soedjono sampai beliau wafat pada
tahun 1876. Setelah sepeninggalan Eyang R.M. Iman Soedjono, Ny Schuller
kemudian pulang ke Kediri.
Pada tahun 1931 datang seorang
Tiong Hwa yang bernama Ta Kie Yam (Pek Yam) untuk berziarah di Gunung Kawi. Pek
Yam merasa tenang hidup di Gunung Kawi dan akhirnya dia menetap didusun
Wonosari untuk ikut mengabdi kepada Kanjeng Eyang (Mbah Djoego dan R.M.
Soedjono) dengan cara membangun jalan dari pesarehan sampai kebawah dekat
stamplat. Pek Yam pada waktu itu dibantu oleh beberapa orang temannya dari
Surabaya dan juga ada seorang dari Singapura. Setelah jalan itu jadi, kemudian
dilengkapi dengan beberapa gapura, mulai dari stanplat sampai dengan sarehan.
Pada hari Rabu Kliwon tahun 1876 Masehi, Kanjeng Eyang R.M. Iman Soedjono
wafat, dan dimakamkan berjajar dengan makam Kanjeng Mbah Djoego di Gumuk Gajah
Mungkur. Sejak meninggalnya Eyang R.M. Iman Soejono, Dusun Wonosari bertambah
ramai.
Eyang Jugo adalah prajurit
Diponegoro yang lari ke Gunung Kawi, dan dimakamkan di Desa Wonosari, Kecamatan
Wonosari, Kabupaten Malang.
BAB III
METODE
PENELITIAN
1.1
Desain Penelitian
Metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian kualitatif yang lebih
menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah daripada
melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini lebih
suka menggunakan teknik analisis mendalam ( in-depth analysis ), yaitu mengkaji
masalah secara kasus perkasus karena metodologi kulitatif yakin bahwa sifat
suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya. Tujuan dari
metodologi ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam
terhadap suatu masalah. Penelitian kualitatif berfungsi memberikan kategori
substantif dan hipotesis penelitian kualitatif.
Selain itu
ada pula analilsis data. Pada dasarnya analisa data adalah serangkaian
proses menguraikan mengolah data yang ditafsirkan dan dipahami secara lebih
spesifik. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
jenis penelitian kualitatif fenomenologi. Penelitian fenomenologi mencoba
mengungkapkan dan memaparkan makna atas fenomena pengalaman yang didasari oleh
kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Dalam penelitian ini dilakukan
pada situasi yang alami.
1.2
Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini untuk menggali motivasi yang dimiliki oleh peziarah yang melakukan
ritual berdoa dimakam Mbah Jugo
dan Mbah Sujono.
1.3
Subjek Penelitian
Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel
yaitu, sampel acak atau random sampling atau probability sampling,
dan sampel tidak acak atau nonrandom samping atau nonprobability
sampling. Yang dimaksud dengan random sampling
adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk
diambil kepada setiap elemen populasi. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom
sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak
mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel.
1.4
Waktu dan
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini
dilakukan pada tanggal 26 April 2012, tepatnya pada hari kamis kliwon malam jum’at
legi. Dan penelitian ini dilaksanakan pada kawasan pesarehan Eyang Djugo dan makam Eyang RM Iman Soedjono.
1.5
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan
data adalah hal yang sangat penting dari penelitian. Pengumpulan data
menentukan keabsahan dari suatu penelitian. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode
observasi, yaitu metode pengamatan langsung kepada subjek penelitian guna
memperoleh gambaran yang nyata mengenai rutinitas yang dilakukan oleh para
peziarah pesarean Gunung Kawi.
Selain dengan
metode tersebut, penelitian ini juga menggunakan metode wawancara mendalam
dengan subjek penelitian. Metode wawancara dapat dimaknai sebagai upaya
mendapatkan informasi dari seseorang yang diajak berkomunikasi. Untuk metode wawancara yang dipakai
adalah wawancara tak berstruktur. Jadi
wawancara ini dilakukan secara bebas, karena peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara secara sistematis. Pedoman yang digunakan hanya garis-garis besar
dari permasalahan. Sehingga Peneliti belum mengetahui secara pasti apa yang
akan diperoleh, maka peneliti hanya lebih banyak mendengarkan dari pada
mengajukan pertanyaan.
1.6
Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data dengan lebih
mengutamakan pada
penelitian fenomenologi oleh cresswel, 1996, dibagi dalam beberapa langkah
penelitian antara lain:
Ø Peneliti memulai
mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena
pengalaman yang telah dikumpulkan
Ø Membaca data secara
keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang dianggap penting
kemudian melakukan pengkodean data
Ø Menemukan dan
mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh responden dengan melakukan
horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan memiliki nilai
yang sama. Selanjutnya, pernyataan yang tidak relevan dengan topik dan
pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif atau tumpang tindih
dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizons (arti tekstural dan unsur pembentuk
atau penyusun dari phenomenon yang tidak mengalami penyimpangan)
Ø Pernyataan tersebut
kemudian di kumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang
bagaimana pengalaman tersebut terjadi
Ø Selanjutnya peneliti
mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut sehingga
menemukan esensi dari fenomena tersebut. Kemudian mengembangkan textural
description (mengenai fenomena yang terjadi pada responden) dan structural
description (yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi)
Ø Peneliti kemudian
memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang
diteliti dan mendapatkan makna pengalaman responden mengenai fenomena tersebut
Ø Membuat laporan
pengalaman setiap partisipan. Setelah itu, gabungan dari gambaran tersebut ditulis.
1.7
Keabsahan
Data
Dalam keabsahan data ini tidak sedikit
dari hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya. Karena ada beberapa
hal yang menyebabkan penelitian kualitatif ini diragukan kebenarannya, yaitu
dengan adanya subjektivitas dari peneliti yang merupakan hal paling penting/
dominan didalam penelitian kualitatif, dan alat yang digunakan dalam penelitian
adalah dengan wawancara, observasi dalam penelitian penelitian kualitatif ini
berisi banyak kekurangan saat dilakukan secara terbuka, selain itu juga sumber
data kualitatif bersifat kurang kredibel sehingga dapat mempengaruhi hasil dari
akurasi penelitian kualitatif. Oleh karena itu, maka diperlukan cara-cara untuk
menentukan keabsahan data dalam penelitian kualitatif.
Adapun cara-cara untuk menentukan
keabsahan data dalam penelitian kualitatif ini adalah sebagai berikut:
a)
Validitas
Validitas ini
merupakan ketepatan interpretasi penelitian berdasarkan bukti-bukti yang
mendukung. Dalam hal ini dapat dikatakan validitas adalah kecocokan data yang
diteliti dengan data yang ada dilapangan. Dimana validitas ini juga terbagi
menjadi 5 macam, yaitu:
·
Reflective validity
Validitas ini mengandung maksud agar
aspek/variabel terukur hendaknya dapat merefleksikan veriabel yang sebenarnya
hendak di ukur.
·
Ironic validity
Validitas ini didapat ketika instrument
penelitian (peneliti) menggunakan sumber data dalam memperoleh
informasi-informasi tentang penelitian yang dilakukan. Sumber data inilah yang
merupakan ironic validity.
·
Neo-Pragmatic Validity
Validitas ini berisi teori yang telah
ada dibandingkan dengan topik penelitian. Peneliti memilih teori yang cocok
dengan topik yang ia pilih. Didalam penelitian ini, peneliti memilih teori yang
sesuai dengan topik penelitian, yakni menggunakan teori motivasi dari Abraham
Maslow.
·
Rhizomatic Validity
Validitas ini memberikan gambaran bahwa
tidak ada peristiwa yang terjadi secara linier, namun dengan perhatian yang
tinggi, setiap peristiwa itu dapat dipahami dan diunkap banyak cerita sebagai
kebenaran yang sahih.
·
Situated Validity
Validitas ini memberikan contoh
kebenaran validitas feminist dalam situasi dominasi pengaruh pria, dimana
wanita ingin mengekspresikan perilakunya, tampilannya, emosinya, sifat
keibuannya secara beragam.
b)
Reliabilitas
Reliabilitas berkenaan
dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Suatu data
dinyatakan seliabel apabila dua atau lebih peneliti dalam objek yang sama
menghasilkan data yang sama atau peneliti yang sama dalam waktu yang berbeda
menghasilkan data yang sama atau sekelompok data dibagi menjadi dua kelompok
menunjukkan data yang tidak berbeda. Kalau peneliti satu menemukan dalam suatu objek
yang berwarna merah, peneliti yang lain juga demikian. Reliabilitas disini
terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
·
Quixotic Raliability
Merupakan keadaan dimana suatu metode
pengumpulan data secara kontinyu menghasilkan data yang sama (tidak bervariasi).
Reliabilitas ini hanya dilihat sekilas oleh peneliti, sehingga reliabilitas ini
sering tidak akurat.
·
Diachronic Reliability
Diachronic reliability adalah
reliabilitas yang menunjuk pada stabilitas suatu observasi dari waktu ke waktu.
Dengan kata lain, diachronic reliability adalah sejarah yang memacu sesuatu itu
ada.
·
Synchronic Reliability
Reliabilitas ini mengacu pada
kesesuaian data atau informasi disetiap kegiatan pengumpulan data. Dalam mengenal
perilaku manusia seringkali didapati adanya persamaan sikap, motif dan
perilaku.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.
Pesarean Gunung Kawi
Gunung
Kawi merupakan salah satu tempat wisata ritual yang terletak pada ketinggian
2.860 meter dari permukaan laut di Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Malang,
Kecamatan Wonosari, Desa Wonosari. Secara geografis pesarean Gunung Kawi berada
disebelah barat kota Malang, kira-kira ± 40 Km dari kota Malang, menuju ke
selatan kota Kepanjen, selanjutnya kearah barat menuju ke wisata Gunung Kawi.
Di bawah lereng terlihat dua patung raksasa sebagai penjaga pintu gerbang.
Kemudian masuk melalui gapura 1 kemudian gapura 2 dan gapura 3 hingga berada di
pelataran pesarean Gunung Kawi. Gunung Kawi ini merupakan areal makam Eyang
Jugo dan Eyang Sujo, terletak di ketinggian 700 meter Gunung Kawi. Tempat ini
dikenal sebagai pasarean Gunung Kawi. Para peziarah datang ke makam ini,
terutama saat tanggal 12 bulan Suro, hari Minggu Legi serta Jumat Legi.
4.2
Motivasi atau
Tujuan Melakukan Ritual Berdo’a
Di Gunung Kawi ini seseorang
selalu memiliki alasan mengapa sering melakukan ritual berdo’a. setiap orang
memiliki cara masing-masing untuk mengaplikasikan bagaimana caranya berdo’a.
Selain itu juga memiliki berbagai motivasi atau tujuan-tujuan dalam melakukan
ritual berdo’a ini. Tidak ada persyaratan khusus untuk
berziarah ke tempat ini, hanya membawa bunga sesaji, dan menyisipkan uang
secara sukarela. Para peziarah yakin, bahwa semakin banyak mengeluarkan uang
atau sesaji, semakin banyak berkah yang akan didapat. Namun ternyata tidak
hanya itu. Peziarah ada pula yang membawa buah-buahan, rokok, dan lain-lain
untuk dijadikan persembahan. Ada yang bilang bahwa itu hasil panen dari
peziarah yang merupakan salah satu perwujudan dari persembahan untuk Mbah Jugo
dan Mbah Sujono yang telah mengabulkan do’anya.
Untuk masuk ke makam keramat, para peziarah
bersikap seperti hendak menghadap raja, mereka berjalan dengan lutut. Ritual
dilakukan dengan meletakkan sesaji, membakar dupa, dan bersemedi selama
berjam-jam, berhari-hari, bahkan hingga berbulan-bulan. Di dalam bangunan makam,
pengunjung tidak boleh memikirkan sesuatu yang tidak baik serta disarankan
untuk mandi keramas sebelum berdoa di depan makam. Hal ini menunjukkan simbol
bahwa pengunjung harus suci lahir dan batin sebelum berdoa.
Dalam hal ini, motivasi atau tujuan para
pengunjung yang datang ke pesarean ini sangat beragam. Ada yang hanya sekedar
berwisata menikmati keindahan dan keunikan dari pesarean, ada yang ingin datang
untuk mendoakan leluhur, ada yang sengaja datang untuk melakukan penelitian
ilmiah, dan yang paling umum adalah kunjungan ziarah untuk memanjatkan doa agar
keinginan lekas terkabul. Seperti halnya jika ada yang menginginkan anak cucu dan
keluarga selalu dalam kondisi sehat. Adapula yang menginginkan kesuksesan dan
kelancaran dalam menekuni suatu hal.
4.3
Hasil Melakukan Ritual Berdo’a
Mengenai hasil dari melakukan ritual berdo’a, sudah jelas
setiap orang akan mendapatkan sebuah hasil yang berbeda-beda. Semua itu tergantung
dari segi kepercayaan juga. Jika orang tersebut percaya bahwa dengan sering
berdo’a atau berziarah ke makam Eyang Djugo dan makam Eyang RM Iman Soedjono
semua yang selama ini diminta akan dikabulkan, maka tidak heran juga bahwa do’anya
akan dikabulkan. Bahkan ada juga yang merasa bahwa usahanya selama ini untuk
berdo’a dimakam dan menjalankan bisnis tidaklah Cuma-Cuma. Karena ada sebagian
dari observee yang mengatakan bahwa mulai dari anak cucunya sudah banyak yang
sukses.
Selain sukses dan bisnis keluarga menjadi lancar, ada
juga yang merasa bahwa dengan sering berdo’a/ berziarah ke makam Eyang Djugo dan
makam Eyang RM Iman Soedjono semua anggota keluarga menjadi sehat, dan jarang
ada yang sakit-sakitan.
4.4
Analisis dengan Teori
Pada
penelitian ini lebih mengarah pada apa yang mejadi motivasi/tujuan para
peziarah sering melakukan ritual berdo’a di makam Eyang Djugo dan makam Eyang
RM Iman Soedjono. Dari data yang didapat dari observee yang bernama Ibu Arum
dan Bapak Alif ini, dapat dikatakan bahwa observee ini sudah menjadikan ritual
berdoa sebagai salah satu kebutuhan. Dimana kebutuhan-kebutuhannya ini mencakup
dari kebutuhan
fisiologis (physiological needs), seperti
rasa lapar, haus, istirahat dan sex, kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik
semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual, kebutuhan
akan kasih sayang (love needs), Kebutuhan
akan harga diri (esteem needs), yang pada
umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status, dan Aktualisasi diri
(self actualization), dalam arti
tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya segingga berubah menjadi kemampuan nyata. Semua kebutuhan-kebutuhan
tersebut sangatlah mendasar dalam kehidupan kita, tidak hanya pada kedua
observee saja. Setiap orang akan membutuhkan semua hal yang tercantum diatas. Tinggal
bagaimana setiap orang berusaha untuk medapatkan semua kebutuhan-kebutuhan
tersebut agar bisa terpenuhi.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Observasi
penelitian dilakukan menggunakan metode penelitian kualitatif metode penelitian yang lebih menekankan pada
aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah. Jenis metode yang
digunakan adalah feomenologi dengan perolehan data dari observasi dan wawancara
mendalam.
Dari hasil yang didapat dilapangan adalah Gunung Kawi
merupakan suatu tempat untuk melakukan ritual dalam berdo’a. selain itu tempat
ini selalu ramai di kunjungi oleh peziarah yang ingin melakukan ritual berdo’a
khususnya di makam Eyang Djugo dan makam Eyang RM Iman Soedjono. Untuk para
peziarah, tidak ada persyaratan khusus untuk melakukan ritual berdo’a di makam
ini, melainkan hanya membawa bunga sesaji, dan
menyisipkan uang secara sukarela.
Berdasarkan hasil dari analisis teori, dapat dipastikan
bahwa setiap orang selalu memiliki kebutuhan-kebutuhan. Diamana kebutuhan-kebutuhan
tersebut sangatlah mendasar dalam kehidupan kita, tidak hanya pada kedua observee
saja. Setiap orang akan membutuhkan semua hal yang tercantum diatas. Tinggal bagaimana
setiap orang berusaha untuk medapatkan semua kebutuhan-kebutuhan tersebut agar
bisa terpenuhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar